Risiko-Risiko Bank Syari’ah
1.Risiko kredit
Risiko klredit merupakan bentuk risiko pembayaran yang muncul pada saat satu pihah bersepakat untuk membayar sejumlah uang (misal, dalam akad salam dan istisna’) atau mengirimkan barang (misalnya, dalam akad murobahah) sebelum menerima uang cash-nya sendiri, sehingga menyebabkan terjadinya kerugian.
2.Risiko benchmark
Bank syari’ah tidak berhubungan dengan suku bunga, hal ini ditunjukan bahwa bank syari’ah tidak menghadapi risiko pasar yang muncul karena perubahan suku bunga. Namun bagaimanapun perubahan suku bunga dipasar, memunculkan beberapa risiko didalam pendapatan lembaga keuangan syari’ah. Lembaga keuangan syari’ah memakai benchmark khususnya dalam akad murabahah, dimana mark-up ditentukan dengan menambahkan premi resiko pada benchmark. Karakteristik dari aset-aset penghasilan tetap adalah sama halnya dengan mark-up yang bernilai tetap selama jangka waktu akad. Ketika benchmark mengalami perubahan maka akad-akad yang berbasis pendapatan tetap tidak akan dapat disesuaikan . sebagai hasilnya bank syari’ah menghadapi risiko dari perubahan suku bunga dipasar.
3.Risiko likuiditas
Risiko likuiditas bisa muncul karena sulitnya mendapatkan dana cash denganbiaya yang wajar, baik melalui pinjaman maupun melalui penjualan aset. Risiko likuiditas yang muncul dari kedua sumber ini sangat kritis bagi bank syari’ah. Karena bunga atas pinjaman dilarang dalam syari’ah maka bank syari’ah tidak dapat meminjam dana untuk memenuhi kebutuhan likuiditasnya di pasar konvensional.
4.Risiko oprasional
Risiko oprasional bisa muncul akibat tidak memiliki personel (dengan kapasitas dan kapabilitas) yang memadai untuk menjalankan oprasional keuangan syari’ah. Karena adanya perbedaan karakteristik bisnis, software komputer yang tersedia di pasar konvensional bisa jadi tidak sesuai dengan apa yang dibutuhkan bank syari’ah. Hal ini melahirkan risiko sistem yang menuntut bank syari’ah untuk mengembangkan dan memakai teknologi internasional.
5.Risiko hukum
Karena adanya perbedaan karakteristik akad atau kontrak keuangan , bank syari’ah menghadapi resiko yang berhubunagan dengan proses dokumentasi dan pelaksanaan hukum. Akibat tidak adanya standar kontrak bagi instrumen-instrumen keuangan yang ada bank syari’ah harus menyiapkan halini berdasarkan pemahamannyaterhadap syari’ah, undang-undang yang berlaku yang sesuai dengan kebutuhandan kepentungan mereka sendiri.
6.Risiko penarikan dana
Perbedaan tingkat retrun pada tabungan atau investasi mengakibatkan ketidakpastian tentang nilai sebenarnya (real value) dari jenis-jenis simpanan tersebut. Risiko penarikan dana (with drawal risik) yaitu resiko yang berhubungan dengan rendahnya tingat retrun bank dibanding dengan lembaga keuangan lainnya.
7.Risiko fidusia
Risiko fidusia (fiduciary risk), yaitu ketika deposan atau investor menafsirkan rendahnya tingkat retrun sebagai pelanggaran kontrak investasi atau kesalahan manajemen dana oleh pihak bank. Misalnya, bank tidak menjalankan kontrak dengan penuh kepatuhan pada ketentuan syari’ah sementara bisnis yang dijalankan bank syari’ah telah sesuai dengan syari’ah dan ketidak mampuan untuk melaksanakannya dapat memicu masalah kepercayaan dan penarikandana.
8.Displace commercial risk
Transfer risiko yang berhubungan dengan simpanan kepada pemegang ekuitas. Risiko ini bisa muncul ketika bank berada dibawah tekanan untuk mendapatkan profit, namun bank justru harus memberikan sebagian profitnya kepada deposan untuk menghindari adanya penarikan dana akibat rendahnya tingkat retrun.
Resiko Dalam Model Pembiayaan Syari’ah
a)Pembiayaan murobahah
Murabahah merupakan akad yang paling dominan digunakan dalam lembaga keuangan syari’ah. Jika akad sudah bersetandarisasi maka karakteristik resikonya dapat diibaratkan dengan pembiayaan berbasis bunga.
b)Pembiayaan salam
•Counterparty risk dapat muncul dari kegagalan supply pada waktu yang telah disepakati, atau kegagalan supply pada kualitas dan kuantitas yang sama dengan kesepakatan
•Akad salam bisa dilakukan melalui pertukaran resmi dan bisa dilakukan tanpa tempat yang khusus . akad ini harus tertulis bagi kedua belah pihak dengan demikian akad salam diakhiri dengan pengiriman secara fisik dan kepemilikan komoditi.
c)Pembiayaan istisna’
Pembiayaan istisna’ yang disalurkan menghadapi bank pada counterparty risik yang sepesifik diantaranya;
•Counterparty risk yang dihadapi bank syari’ah dalam pembiayaan istisna’ muncul dari sisi supplier, sebagaimana yang terjadi pada akad salam.
•Risiko gagal bayar (default risk) pada sisi pembeli adalah bersifat alamiah, atau sering disebut sebagai kegagalan untuk membayar secara penuh dan tepat waktu.
•Meskipun akad istishna’ lebih bersifat oprasional dan tidak terikat dengan ketentuan fiqh, namun counterparty risk bisa muncul ketika supplier bermaksud membatalkan kontrak.
•Sama halnya dengan akad murabahah, dalam akad istishna’ nasabah pun dapat membatalkan kontrak dan gagal menunda waktu pengiriman sehingga bank harus menanggung resiko tambahan.
d)Pembiayaan mudharabah dan musharakah
Bank syariah dalam praktiknya menggunakan model pembiayaan mudharabah dan musyharakah dengan porsi yang sangat kecil hal ini karena tingginya resiko kredit yang ada didalamnya.
Risiko kredit diperkirakan lebih besar dari model pembiayaan murabahah dan musharakah karena tidak adanya ketentuan jaminan,adanya risiko.serta terbatasnya teknik dan kompetensi bank untuk menilai proyek.
1.Risiko kredit
Risiko klredit merupakan bentuk risiko pembayaran yang muncul pada saat satu pihah bersepakat untuk membayar sejumlah uang (misal, dalam akad salam dan istisna’) atau mengirimkan barang (misalnya, dalam akad murobahah) sebelum menerima uang cash-nya sendiri, sehingga menyebabkan terjadinya kerugian.
2.Risiko benchmark
Bank syari’ah tidak berhubungan dengan suku bunga, hal ini ditunjukan bahwa bank syari’ah tidak menghadapi risiko pasar yang muncul karena perubahan suku bunga. Namun bagaimanapun perubahan suku bunga dipasar, memunculkan beberapa risiko didalam pendapatan lembaga keuangan syari’ah. Lembaga keuangan syari’ah memakai benchmark khususnya dalam akad murabahah, dimana mark-up ditentukan dengan menambahkan premi resiko pada benchmark. Karakteristik dari aset-aset penghasilan tetap adalah sama halnya dengan mark-up yang bernilai tetap selama jangka waktu akad. Ketika benchmark mengalami perubahan maka akad-akad yang berbasis pendapatan tetap tidak akan dapat disesuaikan . sebagai hasilnya bank syari’ah menghadapi risiko dari perubahan suku bunga dipasar.
3.Risiko likuiditas
Risiko likuiditas bisa muncul karena sulitnya mendapatkan dana cash denganbiaya yang wajar, baik melalui pinjaman maupun melalui penjualan aset. Risiko likuiditas yang muncul dari kedua sumber ini sangat kritis bagi bank syari’ah. Karena bunga atas pinjaman dilarang dalam syari’ah maka bank syari’ah tidak dapat meminjam dana untuk memenuhi kebutuhan likuiditasnya di pasar konvensional.
4.Risiko oprasional
Risiko oprasional bisa muncul akibat tidak memiliki personel (dengan kapasitas dan kapabilitas) yang memadai untuk menjalankan oprasional keuangan syari’ah. Karena adanya perbedaan karakteristik bisnis, software komputer yang tersedia di pasar konvensional bisa jadi tidak sesuai dengan apa yang dibutuhkan bank syari’ah. Hal ini melahirkan risiko sistem yang menuntut bank syari’ah untuk mengembangkan dan memakai teknologi internasional.
5.Risiko hukum
Karena adanya perbedaan karakteristik akad atau kontrak keuangan , bank syari’ah menghadapi resiko yang berhubunagan dengan proses dokumentasi dan pelaksanaan hukum. Akibat tidak adanya standar kontrak bagi instrumen-instrumen keuangan yang ada bank syari’ah harus menyiapkan halini berdasarkan pemahamannyaterhadap syari’ah, undang-undang yang berlaku yang sesuai dengan kebutuhandan kepentungan mereka sendiri.
6.Risiko penarikan dana
Perbedaan tingkat retrun pada tabungan atau investasi mengakibatkan ketidakpastian tentang nilai sebenarnya (real value) dari jenis-jenis simpanan tersebut. Risiko penarikan dana (with drawal risik) yaitu resiko yang berhubungan dengan rendahnya tingat retrun bank dibanding dengan lembaga keuangan lainnya.
7.Risiko fidusia
Risiko fidusia (fiduciary risk), yaitu ketika deposan atau investor menafsirkan rendahnya tingkat retrun sebagai pelanggaran kontrak investasi atau kesalahan manajemen dana oleh pihak bank. Misalnya, bank tidak menjalankan kontrak dengan penuh kepatuhan pada ketentuan syari’ah sementara bisnis yang dijalankan bank syari’ah telah sesuai dengan syari’ah dan ketidak mampuan untuk melaksanakannya dapat memicu masalah kepercayaan dan penarikandana.
8.Displace commercial risk
Transfer risiko yang berhubungan dengan simpanan kepada pemegang ekuitas. Risiko ini bisa muncul ketika bank berada dibawah tekanan untuk mendapatkan profit, namun bank justru harus memberikan sebagian profitnya kepada deposan untuk menghindari adanya penarikan dana akibat rendahnya tingkat retrun.
Resiko Dalam Model Pembiayaan Syari’ah
a)Pembiayaan murobahah
Murabahah merupakan akad yang paling dominan digunakan dalam lembaga keuangan syari’ah. Jika akad sudah bersetandarisasi maka karakteristik resikonya dapat diibaratkan dengan pembiayaan berbasis bunga.
b)Pembiayaan salam
•Counterparty risk dapat muncul dari kegagalan supply pada waktu yang telah disepakati, atau kegagalan supply pada kualitas dan kuantitas yang sama dengan kesepakatan
•Akad salam bisa dilakukan melalui pertukaran resmi dan bisa dilakukan tanpa tempat yang khusus . akad ini harus tertulis bagi kedua belah pihak dengan demikian akad salam diakhiri dengan pengiriman secara fisik dan kepemilikan komoditi.
c)Pembiayaan istisna’
Pembiayaan istisna’ yang disalurkan menghadapi bank pada counterparty risik yang sepesifik diantaranya;
•Counterparty risk yang dihadapi bank syari’ah dalam pembiayaan istisna’ muncul dari sisi supplier, sebagaimana yang terjadi pada akad salam.
•Risiko gagal bayar (default risk) pada sisi pembeli adalah bersifat alamiah, atau sering disebut sebagai kegagalan untuk membayar secara penuh dan tepat waktu.
•Meskipun akad istishna’ lebih bersifat oprasional dan tidak terikat dengan ketentuan fiqh, namun counterparty risk bisa muncul ketika supplier bermaksud membatalkan kontrak.
•Sama halnya dengan akad murabahah, dalam akad istishna’ nasabah pun dapat membatalkan kontrak dan gagal menunda waktu pengiriman sehingga bank harus menanggung resiko tambahan.
d)Pembiayaan mudharabah dan musharakah
Bank syariah dalam praktiknya menggunakan model pembiayaan mudharabah dan musyharakah dengan porsi yang sangat kecil hal ini karena tingginya resiko kredit yang ada didalamnya.
Risiko kredit diperkirakan lebih besar dari model pembiayaan murabahah dan musharakah karena tidak adanya ketentuan jaminan,adanya risiko.serta terbatasnya teknik dan kompetensi bank untuk menilai proyek.












